Warga desa Pandanwangi resah mendengar kabar tanah mereka akan dirampas oleh konglomerat besar. Konflik atas tanah muncul dan meningkat antara penduduk desa dan perwakilan konglomerat. Penduduk desa melihat situasi ini lebih sebagai masalah moralitas daripada kepemilikan tanah setelah mengetahui bahwa sebuah bar dan pusat biliar akan dibangun di sana. Pimpinan pondok pesantren, H. Murad, yang dibantu oleh H. Rhoma, mencoba mempengaruhi warga desa untuk menolak menjual tanah mereka. Akhirnya, tokoh agama karismatik KH Zainuddin MZ berhasil menengahi konflik, bahkan mempengaruhi pemilik konglomerat, Bustomi (WD. Mochtar), untuk memikirkan kembali rencananya. Tema konflik tanah dalam film ini menarik karena mencerminkan persoalan sosial yang muncul akibat pesatnya perkembangan zaman. Ini mungkin film terbaik Rhoma Irama, meski tidak terlalu populer.
